Rabu, 14 Oktober 2009

Sosiologi Kependudukan

MAKALAH
MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPENDUDUKAN
“KAJIAN TERHADAP MORTALITAS DI DESA WANASABA KECAMATAN WANASABA LOMBOK TIMUR”

1. Latar Belakang Masalah
Kematian atau mortalitas merupakan suatu masalah yang sangat berpengaruh terhadap struktur penduduk pada suatu Negara, sejalan dengan itu mortalitas atau kematian terutama pada balita merupakan masalah besar yang dihadapi oleh tatanan penduduk bangsa Indonesia pada akhir-akhir ini. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus lebih serius untuk menangani masalah mortalitas tersebut sebab tinggi rendahnya tingkat kematian penduduk pada sustu daerah atau Negara tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan penduduk, tetapi juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan didaerah tersebut.
Negara Indonesia merupakan Negara yang tingkat mortalitasnya tergolong tinggi, pada tahun 1999 angka kematian balita di Indonesia mencapai 164,99 bayi meninggal tiap seribu kelahiran pada tahun 2001 tingkat kematian bayi di Indonesia menurun menjadi 62 perseribu tiap kelahiran (Mantra,2004:98). Dari data ini dapat ditarik suatu pemahaman bahwa beberapa tahun terakhir ini tingkat kematian di Indonesia mengalami penurunan meskipun belum maksimal, berkurangnya tingkat kematian bayi dipengaruhi oleh semakin meningkatnya pendapatan penduduk perawatan dan perhatian terhadap gizi, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ahli bahwa tingkat mortalitas suatu penduduk sangat dipengaruhi oleh pendapatan perkapita atau penghasilan, disamping perawatan, usia kawin dan gizi yang bagus serta perawatan bayi yang semakin diperhatikan (Utomo.1985:53).
Pada umumnya angka kematian bayi lebih tinggi di Negara-Negara berkembang dibandingkan dengan Negara-Negara maju. Di Negara-Negara berkembang angka kematian (Mortalitas) bayi dan anak balita masih lebih tinggi dibandingkan Negara-Negara maju (Munir,1983:1). Berdasarkan data statistik Estimasi tingkat kematian bayi 1990 setengah dari kematian yang terjadi dinegara-negara berkembang adalah terdiri dari anak-anak dibawah umur satu tahun, menurut seorang ahli kependudukan hal ini terjadi disebabkan oleh kegagalan orang tua dalam merawat bayi (pardoko,1981:1). Dapat dijelaskan bahwa kegagalan ibu dinegara-negara berkembang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki berbeda dengan masyarakat maju yang pendidikannya terjamin dan pada gillirannya mereka memiliki pengetahuan tentang kesehatan, pemberian gizi pada anak, dan cara perawatan bayi yang baik.
Angka kematian yang tinggi mempunyai hubungan erat dengan tingkat kadar gizi sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli “angka kematian mortalitas berhubungan erat dengan kadar gizi serta tingkat kesehatan ibu” (Hartati, 1993:1). Faktor lain yang berpengaruh besar terhadap tingkat mortalitas pada suatu daerah atau Negara adalah factor social ekonomi, kecelakaan yang terjadi saat melahirkan, lingkungan hidup dan tingkat pendidikan ibu.
Tingkat kematian bayi di Indonesia sangatlah beragam pada tiap-tiap daerahnya namun provinsi Nusa Yenggara Barat adalah provinsi yang tergolong paling tinggi mortalitasnya dibandingkan dengan daerah-daerah lain, dari data yang dikemas oleh proyek penduduk Indonesia provinsi tahun 1999 angka kematian di provinsi NTB adalah 3,51 perseribu (BPS NTB 1999). Terdapat pariasi angka mortalitas pada setiap provinsi di Indonesia dan pada umumnya di provinsi NTB adalah provinsi yang tingggi angka mortalitasnya sedangkan Jawa dan Bali memiliki mortalitas terendah di Negara Indonesia.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah factor-faktor yang mempengaruhu mortalitas di desa wanasaba kecamatan wanasaba Lombok Timur.
2. Bagaimanakah pengaruh pendidikan ibu terhadap mortalitas didesa wanasaba kecamatan wanasaba Lombok Timur.
3. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat mortalitas di Desa Wanasaba kecamatan Wanasaba kabupaten Lombok Timur.

4. Pembahasan
a. Pendidikan
Secara oprasional pendidikan memaparkan kegiatan manusia yang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan suatu kekuatan dinamis dalam kehidupan setiap individu yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, social dan etikanya, bahkan secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina keperibadiannya sehingga dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaanya sehingga bagaimanapun sederhana peradaban suatu masyarakat didalamnya pasti terjadi proses pendidikan.
Pendidikan adalah usaha dasar menyiapkan didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perannya dimasa yang akan dating (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1994 : 2). Ahli lain menyatakan bahwa pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan melalui upaya latihan dan pengajaran, proses, perbuatan cara pendidik. (Kamus Bahasa Indonesia, 1980 : 232).
Sedangkan pendapat lain mengatakanm bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar, yang teratur dan sistimatis yang dilakukan oleh orang, diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi orang lain agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan, disampaikan sebagai bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapaimtingkat dewasa (Suryono 1996, 52) (Iftiha, 1999;7).
Mugni, mengatakan pendidikan adalah sebagai upaya untuk memberikan tuntutan pada segala kegiatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka baik sebagai manusia maupun sebagai masyarakat dapatlah keselamatan, kebahagiaan lahir dan bathin yang setinggi-tingginya.
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional berdasarkan pancasila adalah meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, mempertinggi budu perkerti, memperkuat keperibadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia bertanggung jawab atas pembangunan bangsa, (Mugni, 2004 ; 30).
Dengan demikian pendidikan dapat oleh setiap warga dan pemerintah swebagai penyelenggara. Pendidikan ini mencangkup tingkat atau jenjang baik pendidikan disekolah (formal) maupun pendidikan diluar sekolah (Non formal) seperti latihan keterampilan dan pemberantasan buta aksara.
b. Tingkat Pendidikan
a. Pengertian tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan adalah lamanya orang tua anak mengikuti pendidikan secara formal dimana waktu tersebut dirumuskan dalam jumlah tahun, sehubungan hal diatas seorang ahli pendapat bahwa tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang pernah dialami atau lamanya mengikuti pendidikan formal (Fatmawati, 1997:37).
Dalam undang-undang Republik Indonesia nomer 2 tahun 1989 dijelaskan bahwa pendidikan bertujuan: “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaiyu: manusia yang beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi perkerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Undang-Undang SPN, 1989:4).
Memberikan batasan pendidikan sebagai berikut: “suatu ektifitas yang esensial yang memungkinkan masyarakay yang kompleks modern yang melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan informaldiluar sekolah (Tim dosen FIP-FKIP Malang, 1980:4) jadi tingkat pendidikan yang dimaksud dalam sempat penelitian ini adalah penelitian ini adalah jenjang pendidikan dimana masyarakat tersebut sempat melaksanakannya, yaitu buta huruf (untuk tidak tamat sekolah dasar), SD, SLTP, SMU dan serjana.
Di Indonesia jenjang pendidikan formal dapat dibagi kedalam tiga tingkatan pendidikan yaitu:
a. Jenjang pendidikan dasar yaitu: jenjang pendidikan formal yang harus dilalui oleh seorang anak sebelum sampai kepada jenjang pendidikan berikutnya pada jenjang ini seorang anak harus menyelesaikan pendidikan dasar berupa pengetahuan dahulu ditaman kanak-kanak selama dua tahun dan pendidikan di sekolah dasar atau sederajat minimal selama enam tahun.
b. Jenjang pendidikan menengah yaitu: jenjang pendidikan formal kedua yang harus dilalui seorang selama minimal enam tahun juga.yaitu tiga tahun di SLTP atau sederajat dan tiga tahun pula di SMA/SLTA dan sederajat.
c. Jenjang pendidikan tinggi, yaitu jenjang pendidikan yang spesifikasi yang mengarah kepada kengurusan profesi, pada jenjang ini perserta didik/mahasiswa dapat memilih pendidikan jenjang akademik selama minimal tiga tahun dan setelah di wisuda mereka berhak mendapat gelar A.Ma (Ahli Madya), atau pendidikan sarjana yang diikuti oleh gelar spesifikasi (S.pd, untuk serjana pendidikan, misalnya).
b. Pendidikan Ibu
Pendidikan Ibu yang dimiliki wanita merupakan salah satu pendukung utama masalah fertilitas dan mortalitas. Pendidikan sangat penting sekali karena dapat mengurangi keterbelakangan pada masyarakat, menambah mobilitas baik antara kerja, menaiki produktifitas dan memberi inovasi, ini merupakan investasi manusia yang dapat meningkatkan kualitas pribadinya secara universal. Tinggi rendahnya pendidikan yang diperoleh oleh seseorang, terlebih pada wanita/istri yang mempunyai tingkat pendidikan rendah , sebaiknya pula mempunyai mortalitas tinggi, dikarenakan semakin tinggi pendidikan atau pengetahuan yang didapat seorang ibu maka kesehatan dan perawatan bayi akan mempengaruhi dan memperkecil tingkat mortalitas bayi/anak.
Selanjutnya seorang ibu akan turut mempengaruhi kemampuannya berfikir demi mempertahankan hidupanaknya, untuk itu, beberapa hal yang kaitan dengan kelahiran bayi yang sehat dan diidamkan seorang Ibu perlu didukung oleh berbagai factor misalnya “pengetahuan tentang Infant Mortaliti Rate (IMR), pengetahuan seorang Ibu tentang masa usia hamil, kehamilan, melahirkan dan membesarkan anak, usia kawin, pendapatan keluarga yang akan mendukung terhindar dari gizi buruk, pola perawatan, dan pemenuhan gizi seimbang.
Selain itu, seorang ibu yang berpendidikan akan mampu mempertimbang dengan benar kepada siapa ia harus bergantung dalam hal pemeriksaan dan persalinan. Kandungan gizi apa yang harus dikomsumsi selama proses kehamilan dan melahirkan, sebaiknya seorang Ibu yang tidak berpendidikan hanya memiliki asumsi makan untuk hidup dan seadanya saja.
c. Mortalitas Bayi
a. Pengertian Mortalitas Bayi
Indonesia sebagai Negara berkembang dewasa ini menghadapi masalah kependudukan antara lain adalah tingkat mortalitas bayi masih tinggi sekarang sudah mengalami sedikit demi sedikit menurun.
Adapun mortalitas bayi (Infan Mortalitas) adalah: kematian setelah bayi lahir hingga berumur kurang dari satu tahun (Mantra, 1989:81). Sedangkan menurut Wirosoharjo (1984:4), mendefiniskan angka kematian bayi adalah “kematian bayi berumur dibawah satu tahun perseribu selama kelahiran dalam tahun tertentu”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dikemukakan disini bahwa mortalitas bayi adalah kematian bayi setelah lahir hingga berumur dari satu tahun.
b. Faktor yang Mempengaruhi Kematian
1. Pro Kematian
Terjadinya kematian disebabkan oleh beberapa hal seperti:
Fasilitas kesehatan yang tidak memadai, makanan kurang gizi, kecelakaan bunuh diri atau dibunuh, bencana alam, wabah penyakit, dan pencemaran lingkungan.
2. Anti Kematian
Fasilitas sesudah memadai, makanan cukup gizi, lingkungan yang bersih, larangan agama pembunuhan dan bunuh diri.
c. Jenis-Jenis Mortalitas
Menurut Hartati (1997:13) kematian (Mortalitas) dapat terjadi sekitar kelahiran maupun sebelum kelahiran seperti:
1. Kematian janin yaitu: semua kematian yang terjadi sebelum lahir atau sebelum lepas dari Ibunya kurang dari 20 minggu dalam kandungan, dan setelah itu dipandang sebagai Viable (telah berbentuk wujud manusia). Kematian janin biasanya dibagi dalam tiga kelompok antara lain:
a. Kematian janin dini, yaitu umur 20 minggu dengan berat 4999 gram.
b. Kematian janin intermediate, yaitu usia janin 20-28 minggu dengan berat 500-999 gram. Kematian janin lanjut, dimana kematian ini terjadi setelah 28 minggu dialam kandungan atau dengan berat 1000 gram atau lebih.
c. Kematian Parinatal (prenatal) yaitu kematian bayi terjadi setelah 20 minggu dalam kandungan sampai akhir. Kematian ekstra uterine (extrauterinedeath) merupakan istilah bayi kematian setelah lepas secara sempurna dari tubuh ibunya.
2. Abortus merupakan istilah yang digunakan bagi kematian janin yang umumnya terjadi sebelum 20 minggu dan kadang-kadang juga terjadi 20 minggu masa kehamilan. Ada dua katagori abortus, yaitu abortus di sengaja dan abortus yang tidak sengaja.
3. Kematian Neonatal, yaitu kematian yang terjadi setelah lahir hidup hingga umur 28 hari, jenis kematian ini meliputi.
a. Kematian Neonatal lanjut yaitu: kematian umur kandungan kurang lebih dari 7 hari.
b. Kematian Neonatal lanjut yaitu: kematian janin dalam kandungan antara 7-28 hari.
4. Kematian premature, apabila kematian terjadi setelah kira-kira antara 28 minggu sampai 36 minggu dari umur janin.
5. Kematian Post-Neonatal yaitu: kematian setelah lahir hidup umur 28 hari hingga 365 hari.
Seperti kita ketahui bahwa IMR atau angka kematian bayi merupakan suatu Barometer dari tingkat kesehatan masyarakat sedangkan yang dimaksud tingkat Mortalitas bayi adalah perseribu bayi lahir (Mantra, 1989:81). Maka mortalitas bayi dapat terjadi sebelum lahir maupun sesudah lahir dan mortality bayi atau anak merupakan Barometer kesehatan suatu masyarakat dan merupakan suatu keadaan yang perlu diperhatikan karena turut mempengaruhi perubahan pendidikan.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mortalitas
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dianalisis melalui statistic sederhana tabel distribusi frekuensi didapat pula dibahas dalam tulisan ini factor-faktor eksternal seperti penghasilan keluarga, usia kawin ibu, perawatan selama masa kehamilan, sampai setelah gizi seimbang.
a. Tingkat Pendapatan
Tingkat penghasilan keluarga dapat dipengaruhi oleh penghasilan dari orang tua, demikian juga jenis pekerjaan akan mempengaruhi penghasilan keluarga tersebut. Berikut ini akan disajikan dalam tabel tingkat penghasilan responden dan rata-rata mortalitas bayi (anak) didesa Wanasaba.
Tingkat responden dan jumlah bayi di desa Wanasaba.
Tingkat Penghasilan
(Rp/bulan) f Jumlah mortalitas bayi %
< 200
200-500
> 500 20
10
10 11
6
5 50
27,3
22,7
Jumlah 40 22 100
(sumber: Data primer)
Dari tabel diatas mortalitas bayi di desa wanasaba sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan sebab orang yang berpendapatan rendah terancam oleh mortalitas bayi yang tinggi. Hal ini memang sangat umum kita temukan dimasyarakat sebab orang yang pendapatannya rendah terjadi dengan kesulitan gizi dan kesehatan, dengan demikian anak mereka yang kekurangan gizi akan terancam sakit dan pada akhirnya terjadi kematian sebab tingkat pendapatannya yang rendah sehingga mereka tak dapat membayar biaya kesehatan, sebaliknya mereka yang tinggi pendapatannya akan hidup sejahtera sehingga tingkat mortalitas anaknya rendah karena kebutuhan mereka di penuhi.
b. Usia Kawin
Berdasarkan usia kawin disini dititik beratkan dari usia kawin sewaktu seseorang pertama kali menikah tabel berikut akan menjelaskan tentang usia kawin dan rata-rata mortalitas balita didesa wanasaba.
Usia kawin responden, dan jumlah mortalitas bayi di desa wanasaba.
Usia kawin f Jumlah mortalitas bayi %
15 – 19
20 – 24
25 – 30
30 + 22
19
5
4 13
4
3
2 59,1
18,2
13,6
9,1
Jumlah 40 22 100
(sumber: Data primer)
Berdasarkan tabel diatas dapat di asumsikan bahwa usia kawin yang dilakukan pada umur 15-19 tahun adalah 59,1 % dan sedangkan usia kawin yang dilakukan oleh responden pada umur lebih dari 30 tahun hanya sedikit di bandingkan dengan umur yang kurang dari 30 tahun adalah 9,1 %.
Pada umumnya hal tersebut disebabkan oleh factor biologis dimana jika seseorang melangsungkan perkawinan pada usia muda yakni dibawah 17 tahun bagi perempuan dan 20 tahun bagi yang laki-laki maka kecenderungan mortalitasnya tinggi, sebab pada wanita rahimnya belum begitu kuat (matang) begitu pula dengan sperma laki-laki maupun wanita. Dengan lemahnya sperma tersebut, maka kekuatan organ tubuhnya terhadap penyakit rendah dan dari pasangan kawin muda juga cenderung melahirkan anak premature yang ujung-ujung kematian sebaliknya. Orang yang kawin pada usia kawin (perempuan 17 tahun keatas dan laki-laki 20 tahun ke atas) kecendrungan mortalitasnya rendah sebab sperma mereka sudah matang sehingga anak yang terlahir memiliki ketebalan tubuh yang baik.
c. Perawatan
Begitu jua dengan perawatan, data perawatan kehamilan dititik beratkan pada frekuensi pemeriksaan kehamilan.
Frekuensi pemeriksaan kehamilan dan jumlah mortalitas bayi di desa wanasaba
Frekuensi pemeriksaan f Jumlah mortalitas bayi %
1 kali
2 kali
3 kali 15
8
17 12
6
4 54,5
27,3
18,2
Jumlah 40 22 100
(sumber: Data primer)
Berdasarkan data diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa semakin rendah pemerikasaan kehamilan yang dilakukan oleh responden maka ada kecenderungan angka mortalitas tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin tinggi pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh responden maka ada kecenderungan semakin menurun tingkat mortalitas bayi.
d. Gizi
Gizi adalah zat-zat pada makanan yang berguna untuk mempertahankan hidup, dan dapat menghasilkan energi (Dikes, 2000). Tetapi masalah gizi kurang makan lama makin disadari sebagai salah satu factor penyebab kematian bayi. Hal ini sangat kuat mempengaruhi pertumbuhan badan, menurunkan daya kerja, melemahkan daya kreaktifitas, gangguan pada perkembangan mental, rentan terhadap berbagai penyakit sampai pada kematian bayi tersebut.

e. Pengaruh Pendidikan ibu terhadap Mortalitas Balita
Pendidikan sang ibu rumah tangga dapat berperan penting terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, ibu merupakan bagian utama dalam merawat dan membesarkan anak, oleh sebab iitu tingkat pendidikan sang ibu berpengaruh terhadap tingkat mortalitas balita bahkan dalam hal ini tingkat pendidikan ibu dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan besar kecilnya tingkat mortalitas pada suatu daerah tertentu. Semakin tinggi pendidikan sang ibu tingkat mortalitas anak balitanya semakin rjadi dapat kita tarik suatu pemahaman bahwa tingkat pendidikan ibu.
Untuk perawatan dan kesehatan balita pada suatu masyarakat ibulah yang memegang peranan utama sebab ibu lebih memahami hal-hal tersebut dari pada kepala keluarga (ayah), namuntidak dapat di pungkiri bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh ibu mempunyai peranan yang sangat penting dan keselamatan dan kesehatan bahkan perkembangan anak balitanya.
Tingkat pendidikan ibu bermolikasi terhadap komposisi gizi balita, cara memelihara dan merawat kehamilan dan anak balita, perkembangan anak balita sebagai masalah berkaitan dengan kesehatan anak sejak masih dalam kandungan hingga tumbuh menjadi anak yang dewasa.
Kematian balita (mortalitas) pada umumnya di pengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya factor-faktor tersebut yang penting utama adalah tingkat pendidikan ibu, factor pendukung dari besarnya mortalitas balita pada umumnya adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang cara perawatan dan pemeliharaan kehamilan dan balita, makanan yang kurang dan kurangnya penggunaan rumah sakit dan puskesmas ddalam melahirkan (persalinan).
Faktor yang dapat mengurangi atau menghambat mortalitas balita adalah lingkungan yang bersih dan teratur, tingkat pendidikan ibu dan penggunaan pasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan polindes dalam persalinan. (WARDANA dkk, 96 : 53).
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diklasifikasikan tingkat mortalitas balita berdasarkan tingkat pendidikan ibu sebab semakin tinggi tingkat pendidikan ibu naka tingkat mortalitas balita pada suatu daerah akan semakin rendah, demikian pola adanya pada masyarakat Desa Wanasaba Kec.wanasaba Lombok Timur.

5. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat pendidikan sangat signipikan pengaruhnya terhadap mortalitas balita di desa wanasaba, sebab ibu yang berpendidikan akan lebih perhatian terhadap kadar gizi, cara perawatan dan pola makanan yang sehat.
2. Tingkat sosial ekonomi masyarakat tergolong dalam kategori sedang dalam mempengaruhi mortalitas balita sebab meski masyarakat kaya, tapi tidak berpendidikan mortalitas balita tetap akan mengancam mereka di bandingkan dengan masyarakat yang taraf ekonominya sedang ke atas sama besar mortalitasnya dengan masyarakat yang taraf ekonominya rendah.
3. Lingkungan sangat kecil pengaruhnya terhadap mortalitas balita didesa wanasaba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar