Minggu, 18 Oktober 2009

Ke NW aN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuan Guru Kyai H.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dilahirkan di Kampung Bermi, desa Pancor, Kabupaten Lombok Timur, pada hari Rabu tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1326 H. (1904 M). Semasa kecilnya ia bernama Muhammad Syagaf, yaitu putera keenam dari Guru Mukminah yang terkenal dengan Guru Minah, yang lambat laun disebut juga sebagai Tuan Guru Haji Abdul Madjid terutama setelah menunaikan Ibadah Haji. Ibunya bernama Inaq Syam dari desa Kelayu, kecamata Selong, Kabupaten Lombok Timur, yang selanjutnya bernama Hajjah Halimatus Sa’diyah, setelah menunaikan ibadaah haji di tanah suci Mekah.
Sebagai orang yang bijaksana ibu dan bapaknya sangat saying kepadanya. Keduanya berusaha mendidiknya dengan pendidikan yang sangat baik disertai cinta kasih yang sangat mendalam. Untuk kesuksesan pendidikan serta masa depannya yang gemilang, orang tuanya senantiasa mendo’akannya agar supaya ia menjadi putera yang saleh dan pintar serta alim besar dan berguna bagi, nusa dan bangsa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui nama dan keluarganya
2. Mengetahui pendidikan dan prestasinya.
3. Mengetahui kerajinan membaca dan karya-karya tulisnya.
4. Organisasi Nahdlatul Wathan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Nama dan Keluarganya
Tuan Guru Kyai haji Muhammad Zainuddin bin Abdul Madjid, yang lebih memasyarakat dengan sebuatan Bapak Maulanasyaikh dilahirkan dikampung bermi Desa Pancor Kab. Lombok Timur pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1322 (tahun 1904), dari seorang ibu yang amat sholehah di kampong itu, bernama Hajjah Halimatussa’diyah (asal Kelayu Lombok Timur) dan Bapaknya bernama Haji Abdul Madjid (asal Pancor Lombok timur). Pada masa kecilnya, beliau bernama Muhammad Saggaf, dan setelah menunaikan ibadah haji nama beliau diganti oleh ayahnya dengan nama Haji Muhammad Zainuddin. Nama tersebut dipilih (untuk mengambil barokah) dari nama Ulama’ Besar Kota Makkah (asal Melayu) yang saat itu mengajar di masjidil Haram, yaitu Syek Muhammad Zainuddin Serawak. Sedangkan di Makah beliau dikenal dengan nama Syaikh Zainuddin Al-Ampenani, karena berasal dari Lombok yang saat itu terkenal dengan pelabuhan lautnya (Ampenan) yang selanjutnya nama ini yang tercantum pada Ijazahnya. Sekembali dari tanah Suci Makkah, beliau dipanggil dengan nama Tuan Guru Bajang, karena beliau menjadi tuan guru pada saat berusia (31 tahun). Sembilan tahun kemudian, ketika beliau berumur 40 tahun beliau disebut sebagai Tuan Guru Pancor yang kemudian di arab-kan dengan Al-Fansyuri. Panggilan Tuang Guru Haji Badrul islam bin Tuan Guru hajji Umar Kelayu (1944) yang sebelumnya dikenal oleh masyarakt Lombok Timur (1944) yang seblumnya dikenal oleh masyarakat Lombok Timur dengan sebutan tuan Guru Pancor (=tuan Guru yang beralamat di pancor). Tuan guru Badar alias Tuan Guru akar alias Datuk arwah hilang mimbar adalah mantera beliau dari isteri kedua bernama hajjah Raihaniah.
Mengingat keberadaan Maulanasyeikh sebagai pendiri NWDI, maka masyarakat memberi gelar dengan sebutan, Bapak HAMZANWADI yang merupakan akronomi dari nama beliau dan nama madrasah yang didirikan, yaitu HAji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.
Aktivitas yang sangat padat dan mobilitas yang tinggi ke luar rumah mempelopori pendirian madrasah dan masjid, mengajar dan berdakwah dari madrasah yang satu ke madrasah yang lain, dari masjid yang satu ke masjid yang lain, dari satu desa ke desa lainnya se-Pulau lombok, mengantarkan beliau menyandang gelar sebagai “Abul Madaris Wal Masajid” (Bapak daripada Madrasah dan Bapak daripada Masjid). Tidak hanya itu, dalam perjalanan keliling itu beliau juga mengajak masyarakat setempat untuk mendirikan panti-panti asuhan dan asuhan-asuhan keluarga (tempat memelihara dan membina anak-anak yatim dan anak-anak fakir miskin) maka Almagfurulahu disebut juga sebagai “Abul Yatamu wal Masakin” (Bapak daripada anak-anak yatim dan Bapak daripadan anak-anaknya orang miskin).
Selama hayatnya, beliau dikarunia dua orang putrid, masing-masing Hajjah Siti Rauhun Zainuddin, lahir dari ummi Hajjah Jauhariyah dan Hajjah Siti Raihanun Zainuddin dari ummi Hajjah Rahmatullah. Oleh karena itu, Maulanasyaikh bangga dengan sebutan “Abu Rauhun wa Raihanun” karena nama tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Waqi’ah (ayat:89): “Fa Rauhun wa Raihanun wa Jannatu Na’im”. Nama tersebut sudah dicanangkan oleh beliau jauh hari sebelum dikarunai keturunan.
Almagfurulahu wafat pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1418 Hijriyah pada usia ke 96 tahun dan dimakamkan pada tanah milik beliau sendiri (bukan wakaf) di dalam komplek pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor atas wasiat beliau semasa hayatnya. Makam ini banyak dikunjungi para peziarah sepanjang tahun.
B. Pendidikan dan Prestasi
Maulanasyaikh, sejak masa kecilnya beliau terkenal sangat jujur dan cerdas, ciri-ciri kesalehan sudah nampak dari pembawaan dan sikap kesehariannya, lebih-lebih beliau sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, tidaklah mengerankan jika kedua orang tuannya menumpahkan kecintaan dan kasih sayang kepadanya yang selanjutnya sebagai modal utama beliau dalam mengarungi perjalanan menuntut ilmu.
Sebelum melanjutkan studi ke Tanah Suci Makkah, beliau menamatkan sekolah Desa 4 tahun di Selong Lombok Timur tahun 1919 dan belajar Agama Islam pada ayahandanya sendiri Tuan Guru hajji Abdul Madjid, Tuan Guru Hajji Syarafuddin Pancor dan Tuan Guru Abdullah bin Duladji Kelayu Lombok Timur.
Pada tahun 1923 beliau berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk belajar Ilmu Agama Islam. Setibanya di Kota Makkah, mula-mula beliau belajar di Masjidil haram, selama lima tahun. Di Masjidil Haram beliau belajar sangat tekun pada ulama-ulama terkenal masa itu yang dipilihkan oleh orang tuanya sendiri. Pada tahun 1928, beliau belajar di Madrasah As-Shaulatiyah Makkah dibawah pimpinan Maulana Asyaikh Salim Rahmatullah (cucu pendiri Madrasah As-Shaulatiyah). Di sana beliau menekuni berbagai disiplin ilmu agama dibawah bimbingan Ulama-ulama terkemuka Kota Makkah. Prestasi beliau sangat memuaskan, dengan nilai SEPULUH Plus Bintang untuk semua mata pelajaran yang ditempuh . beliau belajar di tanah Suci Makkah selama 12 tahun dan lulus tahun 1353 Hijriah dengan predikat Mumtaz (Tsumma Cumlaude). Penghargaan diberikan Tanda Bintang karena kejeniusannya. Selain teman-teman sekelasnya, semua gurupun mengagumi dan membanggakan kehebatannya, sehingga semua maha gurunya sepakat untuk menuliskan Syahadah (ijazah) kepadanya. Leh karena itu, Syahadah Madrasah As-Shaulatiyah yang beliau miliki tertulis tangan dengan banyak macam Khot. (Foto copy duplicate syahadah terlampir).
C. Kerajinan Membaca dan Karya-karya tulisnya
Sesungguhnya kesuksesan gemilang yang pernah diraih oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selama berstudi di tanah suci Mekkah tidaik hanya disebabkan oleh kecerdasannya yang luar biasa, akan tetapi juga dikarenakan kerajinannya dalam membaca serta keseriuasannya dalam memahami dan memperdalam ilmu apa saja yang ingin dikuasainya. Demikian rajinnya dalam membaca sehingga mengakibatkan penglihatannya terganggu. Kecintaan yang dimiliki dalam membaca tidak terbatas pada waktu berstudi di tanah masjidil haram saja, bahkan sampai tahun-tahun terakhir dari hidup dan kehidupannya di hadapan para ulama dan santri Ma’had Darul Qur’an wal Hadits yang dipimpinnya pun kebiasaan membaca itu diteruskannya. Ini benar-benar luar biasa dan perlu dijadikan sebagai suri teladan bagi generasi-generasi muda Islam masa kini dan mendatang.
Keluasan ilmu yang didukung oleh pengalamannya yang banyak telah menyebabkannya mendapatkan kemudahan dalam merangkai kata-kata dan kalimat dalam rangka menulis karya ilmiyah yang ingin ditulisnya, baik dalam bahasa Arab atau pun dalam bahasa Indonesia.
Diantara karya-karya yang disumbangkannya dalam dunia ilmu adalah:
Ilmu Tajwied dengan Judul : 1) Nailul Anfal (dalam bahasa Arab), 2) Batu Ngompal (dalam bahasa Indonesia), 3) Anak Nuggal Taqrirat Batu Ngompal (dalam bahasa sasak).
Ilmu Tauhid dengan judul : Risalatut Tauhid (dalam Bahasa Arab dan dalam bentuk soal Tanya jawab).
Ilmu Fiqih dengan judul : Sullamul Hija Syarhu Safinatin Naja (dalam bahasa arab).
Ilmu Fara’idl dengan judul : 1) Nahdlatul Zainiyah (dalam bahasa arab), 2) At Tuhfatul Anfananiyah yarhu Nahdlatiz Zainiyah (dalam bahasa arab).
Al-Fawakihun Nahdiyyah (soal jawab dalam bahasa arab).
Ilmu Musthalahil Hadis dengan judul : An-Nafahatu ‘alat Taqriratis Saniyyah (dalam bahasa arab).
Ilmu Balaghah dengan judul ; Mi’rajus ibyan Ila Sama’I ‘ilmi Bayan (dalam bahasa arab).
Kumpulan Do’a dan Wirid dengan judul : 1) Hizbul Nahdlatil Wathan (dalam bahasa arab), 2) Hizbu Dahdlatil Banat (dalam bahasa arab).
Di samping karya-karya di atas, terdapat pula karya-karya lainnya berupa lagu-lagu, baik dalam bahasa arab, bahasa Indonesia atau pun bahasa sasak. Karya-karya tulis berupa lagu tersebut menunjukkan besar kepeduliannya terhadap seni budaya. Sebagai contoh dari lagu-lagu yang dikarangnya adalah: 1) Anti ya Pancor Biladi (bahasa arab), 2) Ahlan bi wafdiz Zairin (bahasa Arab), 3) Bersatulah Haluan (bahasa Indonesia), 4) Pacu Gama’na (bahasa Sasak), dan lain-lainnya.
D. Organisasi Nahdlatul Wathan
1) Pengertian Nahdlatul Wathan
Nahdlatul Wathan berasal dari dua kata Arab, yaitu :
“Nahdlah” dan “al wathan”
Nahdlah berarti kebangkitan pergerakan, pembangunan.
Al Wathan berarti tanah Air atau Negara.
Jadi Nahdlatul Wathan adalah kebangkitan tanah air, pembangunan Negara atau membangun Negara.
Secara terminologis Nahdlatul Wathan adalah organisasi islam Ahlussunnah Waljama’ah.
2) Madrasah NWDI
Kondisi ini selanjutnya mendorong semangat Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk membangun madrasah sebagai lembaga pendidikan islam di pulau Lombok. Rencana ini ternyata tidak berjalan sesuai harapan, sebab ada sebagian masyarakat yang kontra dan tidak setuju dengan rencana tersebut. Mereka yang kontra berasumsi bahwa madrasah merupakan kepanjangan tangan dari sistem pembelajaran ala barat dan akan menyebarkan ajaran wahabi dan Mu’tazilah.
3) Madrasah NBDI
Berangkat dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh madrasah NBDI, kemudian melahirkan gagasan untuk mendirikan lembaga pendidikan agama yang dikhususkan untuk kaum perempuan.
Gagasan mendirikan madrasah dimaksud dilator belakangi oleh kondisi social perempuan pada saat itu yang tersubordinasi oleh negemoni kaum laki-laki. Padahal perbedaanya memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
4) Dinamika perjalanan NWDI dan NBDI
Setelah posisi kedua madrasah induk itu semakin mantap, ditambah berkembangnya cabang-cabang berbagai daerah, maka madrasah NWDI dan NBDI melakukan upaya-upaya pengembangan konstruktif dalam bidang kurikulum, jenjang dan jenis madrasah sesuai dengan perkembangan zaman.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maulanasyaikh, sejak masa kecilnya beliau terkenal sangat jujur dan cerdas, ciri-ciri kesalehan sudah nampak dari pembawaan dan sikap kesehariannya, lebih-lebih beliau sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, tidaklah mengerankan jika kedua orang tuannya menumpahkan kecintaan dan kasih sayang kepadanya yang selanjutnya sebagai modal utama beliau dalam mengarungi perjalanan menuntut ilmu.
Keluasan ilmu yang didukung oleh pengalamannya yang banyak telah menyebabkannya mendapatkan kemudahan dalam merangkai kata-kata dan kalimat dalam rangka menulis karya ilmiyah yang ingin ditulisnya, baik dalam bahasa Arab atau pun dalam bahasa Indonesia.
Nahdlatul Wathan berasal dari dua kata Arab, yaitu :
“Nahdlah” dan “al wathan”
Nahdlah berarti kebangkitan pergerakan, pembangunan.
Al Wathan berarti tanah Air atau Negara.
Jadi Nahdlatul Wathan adalah kebangkitan tanah air, pembangunan Negara atau membangun Negara.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Ahmad Abdul Syakur, M.A. Islam Dan Kebudayaan (Akulturasi Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Sasak). 2006. Penerbit Adab Press
Kerja Sama YPH PPD NW Pancor dan DPC PBB Kab. LOTIM. Mengenang AlMagfurullahu Maulanasyaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Pancor. 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar